Rabu, 29 November 2017

Makalah Idul Adha, Kurban, dan Hikamahnya



IDUL ADHA, QURBAN, DAN HIKMAHNYA
Materi Diskusi Mata Kuliah
PRAKTEK IBADAH
Dosen Pengampu
Khainuddin, S.Pd.I., M.Ag.















                                            

Disusun oleh:

Nur Fitrotul Islamiyah          (932109315)
Diyan Asthutik                      (932111915)
Isna Nurusa’adah                 (932143015)
Kelas G

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
(STAIN) KEDIRI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Perintah berqurban diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan untuk seluruh umat islam berlaku sampai akhir zaman, perintah berqurban mulai pada tahun kedua hijrah bersamaan dengan perintah mengerjakan shalat sunnat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha).
Hari raya Idul Adha erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah kurban dan ibadah haji. Dalam rangkaian ibadah tersebut erat kaitannya dengan nabi Ibrahim as. Nabi  Ibrahim adalah seorang nabi yang memiliki posisi mulia dalam agama Samawi. Qurban yang disyari’at pada umat Nabi  Muhammad  SAW.  Ini  untuk mengingatkan kembali nikmat Allah SWT kepada Nabi  Ibrahim as, karena  taat dan  patuhnya  kepada Allah Tuhan  Yang  Maha  Esa dan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Perintah  tersebut kemudian dilaksanakan oleh Rasulullah saw. dan  beliau selalu berqurban selama sepuluh tahun, hingga beliau meninggalkan dunia.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah Idul Adha dan apa saja amalan-amalan yang ada di dalamnya?
2.      Bagaimana pengertian qurban dan pengamalannya?
3.      Apakah hikmah dari berqurban?
C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui sejarah Idul Adha dan apa saja amalan-amalan yang ada di dalamnya?
2.      Untuk mengetahui pengertian qurban dan pengamalannya?
3.      Untuk mengetahui hikmah dari berqurban?




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Sejarah Idul Adha (Idul Qurban) dan Ibadah di Bulan Dzulhijah
1.        Sejarah Idul Adha (Idul Qurban)
Idul Adha disebut juga Idul Qurban atau hari raya qurban, karena  pada  hari  itu  dilaksanakan  ibadah  qurban,  yaitu menyembelih  hewan  ternak  yang  sudah  ditentukan. Idul Adha dirayakan pada tanggal 10 bulan Dzulhijah dengan  mengerjakan shalat Idul Adha dan penyembelihan  hewan  qurban. Ibadah  ini  disyariatkan pada tahun pertama Nabi  Muhammad  SAW.  sampai  di  Madinah. Disebutkan dalam hadis sebagai berikut:
عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الفطر يوم يفطر الناس والأضحى يوم يضحي الناس (رواه الترمذي)

Artinya: Dari ‘Aisyah diriwayatkan bahwa, beliau mengatakan: Rasulullah  saw.  bersabda: Idul Fitri adalah hari ketika orang berbuka puasa dan Idul Adha adalah hari ketika orang menyembelih qurban)HR at-Turmudzi(.[1]

Di setiap merayakan Idhul Adha, kita sesungguhnya diajak berpikir sejenak tapi mendalam maknanya. Utamanya dalam upaya untuk mengenang keteladanan Nabiyullah Ibrahim a.s. dan Siti Hajar a.s. ketika ingin mendapatkan hingga melahirkan, mendidik dan mengasuh anak shalih putra Nabi Ibrahim yang bernama  Ismail  tersebut dan pada akhirnya juga menjadi salah satu nabi Allah SWT.
Ibadah penyembelihan hewan qurban yang menjadi bagian dari syari’at Islam yang selalu dilaksanakan setelah shalat Ied setiap tahun adalah bentuk penjelmaan dari keshalihan, ketaqwaan, dan keikhlasan nabi Ismail kepada Tuhannya. Sejarahnya sejalan dengan pola asuh demokratis bernuansa Islami sebagaimana ditunjukkan Nabi Ibrahim sebagai orang tua ketika ia bermimpi diperintah Allah SWT. untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail as. Nabi Ibrahim tidak lantas menyembelih putranya begitu saja, tetapi ia justru mengajak dialog dan memberi tawaran sekaligus meminta masukan dan bahkan persetujuan anaknya.
Apa dan bagaimana respon putra dari Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ismail? Ternyata Nabi Ismail as. sebagai putra Nabi Ibrahim menyambut baik dengan penuh Ikhlas menerima tawaran ayahandanya untuk disembelih sebagai pembuktian cintanya kepada Allah SWT. melebihi segalanya, yang kemudian diganti Allah dengan domba. Inilah cerita dibalik peristiwa penyembelihan hewan qurban serta merupakan suatu perwujudan sikap keshalehan, ketaqwaan, dan keikhlasan Nabi Ismail yang diabadikan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 102 dan sejarah hidupnya menjadi napak tilas pelaksanaan haji sampai hari ini dan akhir hayat nanti. Subhanallah.[2]
2.      Ibadah di Bulan Dzulhijah
a.       Memperbanyak amal saleh
       Rasulullah  saw.  memberikan  tuntunan  agar  pada  awal-awal  bulan  Zulhijjah  umat  Islam meningkatkan  amal  saleh  dan memperbanyak  bacaan  tahlil,  tahmid  dan  takbir.  Hal  ini berdasarkan hadis-hadis Nabi saw. sebagai berikut:
عن أبي هريرة عن النّبي صلّى الله عليه وسلّم قال ما من أيّام وأحبّ إلى الله أن يتعبّد له فيها من عشر ذى الحجة يعدل صيام كلّ يوم منها بصوم سنة وقيام كلّ ليلة منها بقيام ليلة القدر [رواه الترمذى وابن ما جه والبيهقى]

Artinya:  Dari  Abu  Hurairah  dari  Nabi  saw.  diriwayatkan bahwa beliau bersabda: Tiada hari-hari yang lebih disukai Allah untuk beribadat kepada-Nya daripada sepuluh hari (permulaan) bulan  Zulhijjah,  berpuasa  setiap  hari  sebanding  dengan  puasa satu tahun dan shalat pada malam harinya sama dengan shalat pada  Lailatul-Qadar”  [HR  at-Turmudzi,  Ibnu  Majah  dan  al-Baihaqi].[3]


b.      Puasa Arafah
       Puasa Arafah ialah puasa yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijah, pada saat kaum muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji wukuf di  Padang Arafah. Sedangkan bagi kaum muslimin yang sedang wukuf di Arafah dilarang berpuasa. Puasa Arafah dapat menghapus dosa selama dua tahun, yang lalu dan yang akan datang. Hal ini berdasarkan pada hadis berikut:
عن قتادة أنّ رسول الله عليه وسلّم قال ما صوم يوم عرفة يكفّر سنتين ما ضية ومستقبلة وصوم يوم عاشور يكفّر سنة ما ضية [رواه الجما عة الاّ البخارى و الترمذي]

Artinya: Dari Qatadah diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: Puasa pada hari Arafah dapat menghapus dosa selama dua tahun yang lalu dan yang akan datang, sedang puasa Asyura dapat menghapus dosa tahun yang lalu [HR. Jamaah ahli hadis kecuali al-Bukhari dan at-Turmudzi].
عن أبي هريرة قال نهى رسول الله صلى الله عليه وسلَم في صوم يوم عرفة بعرفات [رواه أحمد و أبو دا ود]

Artinya: Dari Abu Haurairah diriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah saw. Melarang puasa pada hari Arafah bagi orang yang sedang wukuf di Arafah [HR. Ahmad dan Abu Dawud].[4]
c.       Takbir Idul Adha
       Takbir adalah ekspresi kesadaran terhadap keagungan asma Allah dan kenisbian manusia di hadapan-Nya serta sebagai tanda syukur atas petunjuk yang diberikan-Nya. Takbir juga merupakan syiar agama Islam. Takbir dapat dilakukan di masjid-masjid, di rumah-rumah dan di jalan-jalan, baik oleh mereka yang mukim maupun mereka yang musafir. Dalam pelaksanaan takbir (di masyarakat lebih dikenal dengan sebutan takbiran) umat Islam diharapkan tetap dapat menjaga ketertiban umum. Ucapan takbir itu adalah:
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لآ إله إلاّ الله والله أكبر الله أكبر و لله  الحمد

Artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segalapuji bagi Allah.[5]
d.      Berhias dengan Memakai Pakaian Bagus dan Wangi-wangian 
       Orang yang menghadiri shalat Idul Adha baik laki-laki maupun perempuan dituntunkan agar berpenampilan rapi, yaitu dengan berhias, memakai pakaian bagus (tidak harus mahal, yang penting rapi dan bersih), dan wangi-wangian sewajarnya.
e.       Tidak Makan Sejak Fajar Sampai Dengan Selesai Shalat Idul Adha 
       Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fitri adalah  agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat Id.
f.       Dianjurkan Berangkat Dengan Berjalan Kaki dan pulang melalui jalan lain
عن محمّد بن عبيد الله بن أبي رافع عن أبيه عن جدّه أنّ النّبي صلّى الله عليه وسلّم كان يأتي العيد ما شيا ويرجع في غير الطّريق الّذي ابتدأ فيه [ روا ه ابن ما جه ]

Artinya: Diriwayatkan dari Muhammad bin Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya Nabi saw mendatangi shalat ‘Id dengan berjalan kaki dan beliau pulang melalui jalan lain dari yang  dilaluinya  ketika  pergi.  (HR. Ibnu Majah)[6]
g.      Shalat dengan Dihadiri Semua Umat Islam
       Idul Adha merupakan peristiwa penting dan hari besar Islam yang penuh berkah dan kegembiraan. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat ini dihadiri oleh semua orang Muslim, baik tua, muda, dewasa, anak-anak,  laki-laki dan perempuan, bahkan perempuan yang sedang haid, juga  diperintahkan oleh Nabi saw supaya hadir. Hanya saja mereka tidak ikut shalat dan tidak masuk ke dalam shaf shalat, namun ikut mendengarkan pesan-pesan Idul Adha yang disampaikan oleh khatib.
عن أمّ عطيّة الأنصا رية قالت كان رسول الله صلّى الله عليه و سلّم يأمرنا أن نخرج العواتق والحيّض وذوات الخدور فأمّا الحيّض فيعتزلن المثلّى ويشهدن الخير والدّعو ة مع المسلمين [ روا ه أحمد]

Artinya: Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah al-Anshariyah ia berkata: Rasulullah saw. Memerintahkan kami untuk menyertakan gadis remaja, wanita yang sedanh haid, dan wanita pingitan. Adapun wanita yang sedang haid supaya tidak memasuki lapangan tempat shalat, tetapi menyaksikan kebaikan hari raya dan dakwah yang disampaikan khatib bersama kaum muslimin [HR. Ahmad][7]

B.       Pengertian Qurban dan Pengamalannya
1.        Pengertian Qurban
Kata  qurban  berasal  dari  qaruba-yaqrubu-qurbanan  yang  berarti  hampir, dekat, atau mendekati. Qurban yang dalam bahasa Arabnya disebut sebagai udh-hiyah merupakan bentuk jama’ dari kata dlahiyah yang berarti binatang sembelihan, yang disembelih pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijah) dan hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijah) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, karena datangnya hari raya tersebut dengan niat semata-mata karena Allah SWT. Qurban disebut juga sebagai nahr (ibadah qurban).[8]
Hal ini sesuai dengan ungkapan As-Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh as-Sunnah, Jilid III, hal 197. mengatakan bahwa:
الأضحية هي إسم لما يذبح من الإبل والبقر والغنم يوم النحر و أيّام التّسريق تقرّبا إلى الله تعالى
Al-Udhhiyyah  adalah  nama  bagi  binatang  yang  disembelih  baik  unta,  sapi  dan kambing  pada  hari  Nahar  (10  Dzulhijjah)  dan  hari-hari  Tasyriq  untukmendekatkan diri kepada Allah Ta’ala”.[9]
2.    Dasar Hukum Qurban
Dasar hukum berqurban adalah berdasarkan firman Allah SWT. dan hadis Rasulullah saw. :
a.    Surat Al-Kautsar (108): 02
فصلّ لربّك وانحر [الكو ثر : ۲]

Artinya: Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS. Al-Kautsar ayat 2).
b.    Surat Al-Hajj (22): 36
والبدن جعلنا ها لكم من شعا ئر الله لكم خير فاذكروا اسم الله عليها صوآف فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطعموا القانع والمعترّ. كذلك سّخّرنا ها لكم لعلّكم تشكرون [الحج: ۳٦]
Artinya: Dan  telah  Kami  jadikan  untuk  kamu  unta-unta  itu  sebagian daripada syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak daripadanya, maka sebutlah olehmu  nama  Allah ketika  kamu menyembelih dalam keadaan berdiri (dan telah  terikat). Kemudian  apabila telah roboh  (mati),  maka  makanlah sebagiannya  dan  beri  makanlah  orang-orang  yang  tidak  minta-minta  dan orang-orang  yang minta-minta.  Demikianlah  Kami menundukkan  unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS.Al-Hajj: 36)[10]
c.    Hadis Nabi
عن عائشة أنّ رسول الله صلّى الله عليه و سلّم قال ما عمل آدميّ من عمل يوم النّحر أحبّ إلى الله من إ هراق الدّم إنّها لتأ تي يوم القيا مة بقرونها و أشعارها وأظلا فها وأنّ الدّم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأ رض فطيبوا بها نفسا [التر مذى]
Artinya: Rasulullah saw. Bersabda: Tidak ada amal manusia yang lebih disukai Allah pada hari nahr (selain) daripada mengalirkan  darah  (berqurban). Sesungguhnya orang yang berqurban itu datang  pada hari kiamat dengan membawa tanduk, bulu dan kuku  binatang qurbannya dan  sesungguhnya  darah  yang mengalir  itu  akan lebih cepat sampai kepada Allah sebelum mengalir ke tanah. Maka  sucikanlah  dirimu  dengan  berqurban”  [HR  at-Turmudzi].[11]
Seluruh ulama sepakat bahwa berqurban merupakan amaliyah ibadah yang disyari’atkan. Mereka hanya berbeda dalam hal kedudukan hukum qurban ini. Sebagian mengatakan hukumnya wajib,  sebagian lagi mengatakan hukumnya  sunnat, sunnat muakkad dan sunnat kifayah.
Menurut Imam Malik berqurban itu wajib bagi orang yang mampu atau yang kuat ekonominya. Menurut Imam Abu Hanifah berqurban itu wajib bagi orang yang bermukim (tidak bepergian/musyafir) dan yang mempunyai kesanggupan ekonomi/biaya. Menurut Imam Syafi’ie berqurban itu merupakan sunnat muakkad bagi orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi/biaya.[12]
3.      Hewan Qurban
Hewan yang dapat dijadikan sebagai hewan qurban adalah bahimah al-an’am (hewan ternak) yang meliputi: kibas, biri-biri, domba atau kambing, sapi atau kerbau, dan unta. Hewan ternak tersebut memenuhi syarat (sah) dijadikan qurban apabila:
  1. Kibas, biri-biri atau domba, sudah berusia satu tahun atau lebih atau telah tanggal gigi depannya.
  2. Kambing, sudah berusia dua tahun atau lebih.
  3. Sapi atau kerbau, sudah berusia dua tahun atau lebih, minimal telah memasuki tahun ketiga.
  4. Unta, sudah berusia lima tahun dan memasuki tahun ke enam.[13]
Disamping memenuhi persyaratan umur, hewan yang akan dijadikan qurban juga harus dalam keadaan:
  1. Sehat, bertanduk lengkap (al-aqran), gemuk badannya atau berdaging (samin), dan warna putihnya lebih banyak daripada warna hitamnya (al-amlah).
  2. Tidak cacat secara fisik seperti buta (al-‘auraa) walau hanya sebelah, pincang, terlalu kurus, berkudis, rontok giginya, telinga, terpotong ekornya, yang semua kecacatan tersebut tampak jelas terlihat.
  3. Tidak dalam keadaan hamil (mengandung)[14]
4.      Jumlah Hewan Qurban
Pada prinsipnya perintah berkurban ditujukan kepada satu orang, yaitu satu ekor kambing atau domba untuk satu orang,  dan  satu  ekor  unta,  sapi  atau  kerbau  untuk  tujuh orang.  Namun  demikian  ada  kebolehan  berkurban  atas nama keluarga, yaitu satu ekor kambing atau domba untuk satu  orang  dan  keluarganya.  Apabila  seseorang  atau  satu keluarga ingin berkurban dengan satu unta, satu orang ingin berkurban  dengan  dua  kambing  dan  seterusnya,  hal  ini dibolehkan  bahkan  dianjurkan,  sesuai  dengan  perbuatan Nabi  Muhammad  saw.  yang  berkurban  dengan  dua  ekor kambing. [15]
5.      Waktu Penyembelihan Hewan Qurban
Waktu penyembelihan kurban adalah pada hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya (hari Tasyriq). Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam, keduanya diperbolehkan. Namun menurut Syekh Al-Utsaimin, melakukan penyembelihan di  waktu siang  itu  lebih baik. Kemudian, para ulama sepakat bahwa menyembelih kurban tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya fajar di hari Idul Adha. Waktu yang paling utama untuk penyembelihan hewan kurban adalah pada pagi hari Idul Adha (tanggal 10 Dzul Hijjah). Hal ini menjadi jalan bagi shohibul qurban untuk mendapatkan keutamaan melakukan amal  shalih di  sepuluh hari pertama bulan DzulHijah.[16]
6.      Penyembelih Qurban
Orang yang menyembelih hewan qurban diutamakan shahibul qurban (orang yang berqurban) sendiri, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw. Apabila  shahibul  qurban  tidak  mampu  untuk  menyembelih  sendiri  hewan qurbannya, penyembelihan bisa dilakukan (diwakilkan) oleh orang lain. [17]
7.      Tata Cara Menyembelih Hewan Qurban
Adapun tata cara penyembelihan hewan kurban harus memenuhi tata cara penyembelihan dan syarat-syaratnya yaitu:
  1. Menggunakan alat yang tajam dan sesuai.
  2. Rebahakan tubuh hewan dengan lambung kirinya dengan muka menghadap kiblat.
  3. Ikat semua kakinya dengan tali, kecuali kaki sebelah kanan bagian belakang.
  4. Letakkan  kaki  (si penyembelih) ke atas atau leher atau muka hewan, agar hewan tidak dapat menggerakkan kepalanya.
  5. Menyembelih hewan qurban dengan menyebut nama Allah, membaca shalawat, takbir, dan berniat qurban untuk dirinya atu orang lain (jika mewakili).
Niat qurban untuk diri sendiri:
اللهمّ هذا منك واليك فتقبّل منّى
Artinya: Ya Allah inilah (qurbanku), ni’mat pemberian-Mu dan disampaikan kepada-Mu. Maka terimalah dariku.
Niat qurban untuk orang lain:
اللهمّ هذا من ......منك واليك فتقبّل منّى
Sebutkan nama orang berqurban.
  1. Mulai menyembelih dengan emutus dua urat nadi yang ada di leher hewan qurban[18]
8.      Pembagian Hewan Qurban
Kalau kita perhatikan sejumlah hadits yang menyangkut pembagian daging qurban, jelaslah bahwa tidak seluruh daging qurban itu dibagikan kepada fakir miskin. Kecuali qurban yang dilakukan karena nadzar, maka daging qurbannya seluruhnya diserahkan kepada fakir miskin (yang berqurban tidak boleh mengambil bagiannya).
Seluruh daging qurban  yang ada sebaiknya dibagi menjadi tiga bagian yang timbangannya tidak sama. Sebagian untuk yang berqurban, sebagian untuk dihadiahkan dan sebagian    lagi    untuk   disedekahkan  kepada fakir miskin, dan yang disedekahkan ini porsinya harus lebih banyak.[19]
C.      Hikmah Qurban
Hikmah disyariatkannya berqurban antara lain;
1.        Sebagai ungkapan syukur kepada Allah yang telah memberikan ni’mat  yang banyak kepada kita.  
2.        Bagi  orang  yang  beriman  kepada  Allah,  dapat  mengambil  pelajaran dari keluarga nabi Ibrahim as. yaitu:
a.    Kesabaran nabi Ibrahim dan putranya Ismail as. ketika keduanya menjalankan perintah Allah.
b.    Mengutamakan ketaatan kepada Allah dan mencintai-Nya dari mencintai diri dan anaknya.
3.        Sebagai realisasi ketaqwaan seseorang kepada Allah
4.        Membangun  kesadaran  tentang  kepedulian  terhadap  sesama,  terutama
terhadap orang miskin.[20] 



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Hari raya Idul Adha merupakan hari raya umat Islam setelah Idul Fitri yang di dalamnya terdapat tradisi qurban, Shalat Id, dan lain sebagainya yang selalu diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijah. Di dalamnya terdapat pula amalan-amala yang hanya bisa ditemui di Idul Adha. Seperti puasa Arafah, takbir, dzikir, qurban, dan lain sebagainya. Suatu hari yang di dalamnya terdapat peristiwa penyembelihan nabi Ismail as. Oleh ayahnya nabi Ibrahim yang kemudian digantikan dengan domba.
Qurban adalah penyembelihan hewan sesembelihan yang diadakan di hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik dengan ketentuan tertentu dan semata-mata karena Allah. Yang di dalamnya juga terkandung hikmah yang sangat besar.


DAFTAR PUSTAKA
Amirudin. Kurban dan Idul Adha. Yogyakarta: Rumah Tajdid. 2016.
Baits, Ammi Nur. Panduan Praktis Qurban. E-book, www.yufid.com.
Mahfud, Choirul. Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam, Vol I, No. 6. Surabaya: ITS dan LKAS. 2013.
Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah. Tuntunan Idain dan Kurban. Yogyakarta: Rumah Tajdid. 2005..
Rasyidi dan Aserani Kurdi. Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban. Tabalong: Lembaga Pengembangan Da’wah Tertulis. 2007.


Lampiran.
Daftar pertanyaan:
1.        Apakah tata cara menyembelih unta sama dengan hewan sapi pada umumnya (digulingkan terlebih dahulu)?
2.        Mengapa qurban Habil yang diterima, bukan qurban Qabil?
Apa arti berserikat dalam berkurban sapi/unta?
3.        Apakah benar orang yang akan menyembelih qurban harus memotong kukunya terlebih dahulu apabila kukunya panjang?
4.        Apa maksud dari kata “pemindahan daging ke negeri lain”?
5.        Apakah dosa menyamaratakan hewan qurban itu?
6.        Apakah makna filosofis dari jumlah hewan untuk berqurban (1 kambing untuk 1 orang, dan 1 sapi/unta untuk 7 orang?
Jawaban:
1.      Tata cara menyembelih hewan qurban unta bisa dengan cara menggulingkan terlebih dahulu atau bisa dengan langsung disembelih waktu berdiri, namun dengan syarat harus benar (langsung terputus dua urat, nadi dan nafas).
2.      Karena Habil berqurban dengan hasil ternak yang bagus dan berkualitas, sedangkan Qabil hanya berkurban buah-buahan hasil gagal panen.
Berserikat maksudnya membeli sapi/unta dengan dana dari beberapa orang.
3.      Benar. Karena menurut qil yang ada, kuku merupakan tempat persinggahan setan, jadi dianjurkan untuk memotong kuku terlebih dahulu sebelum menyembelih hewan qurban.
4.      Maksudnya adalah membagikan daging ke desa atau negara lain, namun dengan syarat pembagian di desa atau di negaranya telah lebih dari cukup.
5.      Sebenarnya tidak, namun alangkah lebih baik jika kita mendahulukan fakir miskin daripada diri kita sendiri, supaya fakir miskin juga bisa merasakan kenikmatan di hari raya Idul Adha.
6.      Dalam hal ini kita sebagai umat nabi Muhammad saw. Dianjurkan untuk mengikuti perbuatan nabi baik dalam mu’amalah maupun ibadah, jadi makna filosofis dari jumlah hewan qurban adalah itba’ kepada nabi Muhammad saw.


[1] Amirudin, Kurban dan Idul Adha (Yogyakarta: Rumah Tajdid, 2016), 7.
[2] Chorul Mahfud, Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam, Vol I, No. 6 (Surabaya: ITS dan LKAS, 2013), 11.
[3] Amirudin, Kurban dan Idul Adha, 3.
[4] Ibid., 5.
[5] Ibid., 6.
[6] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Kurban (Yogyakarta: Rumah Tajdid, 2005), 9.

[7] Ibid., 10.
[8] Rasyidi dan Aserani Kurdi, Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban (Tabalong: Lembaga Pengembangan Da’wah Tertulis, 2007), 1.
[9] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Qurban, 17.
[10] Amirudin, Kurban dan Idul Adha, 22.
[11] Ibid., 23.
[12] Rasyidi dan Aserani Kurdi, Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban, 4-5.
[13] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Kurban, 20.
[14] Rasyidi dan Aserani Kurdi, Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban, 3 dan 15.
[15] Amirudin, Kurban dan Idul Adha, 26-27.
[16] Ammi Nur Baits, Panduan Praktis Qurban (E-book, www.yufid.com), 20-21.
[17] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Qurban, 23.
[18] Ibid., 24-25.
[19] Rasyidi dan Aserani Kurdi, Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban, 32-33.
[20] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Qurban, 20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar